Sejak instrumen musik petik (berdawai) mulai dikenal manusia, selalu
ada dua cara utama memainkannya. Yakni, sebagai instrumen pendamping
atau sebagai instrumen tunggal/solo.
Sebagai pendamping, ia
melengkapi salah satu fungsi yang diperlukan dalam sebuah sajian musik
Bisa sebagai pengiring (rhythm section) atau sebagai melodi/nyanyian.
Sebagai instrumen tunggal, ia dimainkan tanpa ada musisi lain ataupun
penyanyi. Jadi, dengan satu alat musik saja, sang musisi merangkap
fungsi pengiring dan melodi sekaligus.
Ketika instrumen gitar
modern lahir, teknik bermain untuk sajian tunggal sudah semakin
kompleks. Bahkan desain gitar modern oleh Antonio Torres (Spanyol) jelas
mementingkan kebutuhan para gitaris tunggal. Tiga senar bas dan tiga
senar treble adalah kombinasi ideal untuk memainkan melodi dan iringan
dengan harmoni paling paling efisien.
BEBERAPA PERBEDAAN
Gitar
mulai dapat julukan "gitar klasik" gara-gara penemuan gitar elektrik.
Sebelum itu tidak dikenal istilah "classical guitar". Istilah ini pun
akhirnya lebih spesifik ditujukan pada pemain tunggal. Mereka adalah
gitaris yang bisa menggelar pertunjukan/konser utuh hanya dengan
memainkan satu gitar saja, tanpa musik atau musisi tambahan (kendati ada
juga nomor-nomor untuk ensambel dan konserto untuk gitar).
Beberapa
dekade belakangan, lahir di Amerika istilah "finger-picking style".
yang kemudian dikenal sebagai "fingerstyle". Istilah ini mengacu pada
teknik memetik senar gitar langsung dengan jemari, bukan dengan flatpick
atau plectrum. Bermula ketika sebagian gitaris musik rakyat Amerika
(country) mulai memetik senar satu persatu dengan jari untuk membentuk
arpegio sebagai pengiring. Instrumennya pun lebih menggunakan gitar
dengan dawai dari logam. Bukan nilon seperti gitar klasik.
Dengan
makin berkembangnya teknik dan perbendaharaan lagu, para gitaris
fingerstyle mulai ada yang bermain tunggal. Sehingga mereka bisa
membuat penampilan solo seperti halnya gitaris klasik. Bedanya, selain
jenis senar, lagu-lagu sajian mereka bersumber pada lagu rakyat atau
lagu-lagu populer. Sedangkan gitaris klasik umumnya mengandalkan sajian
musik yang berakar dari musik literatur Eropa.
Perbedaan lain yang
masih mencolok adalah posisi saat memainkan gitar. Kebanyakan gitaris
klasik menemukan kenyamanan dengan posisi tradisional --gitar ditumpukan
di paha kiri yang dinaikkan ke atas footstool agar kepala gitar
terangkat. Ini terkait dengan kestabilan gitar (tidak mudah goyang
karena bertumpu pada tiga titik tubuh), kenyamanan gerak lengan dan
jemari kiri, serta kualitas tone yang dihasilkan jemari kanan.
Adapun
gitaris fingerstyle umumnya lebih senang menggunakan strap atau tali
gitar. Ini juga terkait dengan tradisi, posisi ini digunakan
gitaris-gitaris pendahulu mereka. Main bisa sambil duduk, namun banyak
yang memilih berdiri saat di panggung. Bisa karena alasan estetika
visual pertunjukan, bisa juga karena membuat mereka lebih bebas bergerak
atau bergoyang untuk melepaskan ekspresi.
Karena umumnya
menggunakan senar logam, tidak sedikit gitaris fingerstyle menggunakan
kuku imitasi untuk memetik. Karena jika memakai kuku asli, akan terkikis
oleh senar. Ada juga melapisi kukunya dengan bahan pengeras kuku.
Gitaris klasik tak perlu semua itu karena senar nilon lebih bersahabat
bagi kuku, tidak sekeras senar logam.
BATAS MAKIN KABUR
Saat ini, seiring main mudahnya kita mendapat dan bertukar informasi
--terutama lewat internet- batas atara gitar klasik dan fingerstyle juga
menipis. Gitaris fingerstyle terus menyerap teknik-teknik gitaris
klasik. Misalnya variasi arpegio serta detail harmoni yang lebih kaya.
Sebaliknya gitaris klasik juga mulai menyerap teknik-teknik yang
sebelumnya lazim digunakan gitaris fingerstyle, semisal beragam efek
perkusi pada senar maupun tubuh gitar hingga pola-pola ritmis yang lebih
modern dan kompleks.
Dalam hal pilihan sajian musik pun demikian.
Gitaris klasik masa kini bisa memasukkan ke dalam konsernya sajian
lagu-lagu rakyat maupun genre-genre musik populer, dan sebaliknya.
Kondisi seperti sekarang ini terkadang memicu perdebatan:
apakah fingerstyle itu cabang dari klasik, ataukah sebaliknya klasik itu bagian dari fingerstyle? Masing-masing kubu punya argumen sendiri.
Meski
demikian, bagi saya perdebatan ini kelak tidak penting lagi. Kenapa?
Karena batasan fingerstyle dan klasik akan samar. Sejumlah nama
gitaris bisa jadi contoh betapa pada akhirnya kita
tidak memerlukan lagi batasan-batasan itu.
Dari
gitar klasik, misalnya ada nama Roland Dyens, Andrew York. dan Muriel
Anderson. Kedua sama-sama tumbuh dari tradisi gitar klasik sehingga
fasih memainkan Bach, Sor, Tarrega, hingga Villa-Lobos dan Brouwer.
Namun mereka juga aktif membuat komposisi maupun aransemen gitar tunggal
yang multi-genre. Dyens banyak dipengaruhi jazz, sementara York dan
Anderson kerap memanfaatkan idiom country dan blues.
Dari golongan fingerstyle, bisa disebut Peter Finger dan Michael
Chapdelaine. Karya komposisi maupun aransemen mereka memiliki kualitas
estetika setara dengan komposer-komposer klasik. Untuk menambahkan, ada
nama Martin Taylor dan Tuck Andess. Keduanya meski gitaris fingerstyle
namun menggunakan gitar elektrik sebagai instrumennya. Ini memberi
mereka keunikan tersendiri. Meski umumnya memainkan jazz, mereka juga
piawai memainkan jenis-jenis musik lainnya.
Demikianlah, pada
akhirnya yang terpenting bukan soal istilah atau nama, tapi kualitas
seni dan/atau nilai estetika musik yang dihasilkan sang gitaris.
***
Download Partitur :
Jubing Partitur
Partitur ZIP Version - by Jubing